Perumahan

Inovasi UGM Kembangkan RISBA Jadi Rumah Tahan Gempa

Konstruksi Media -Universitas Gadjah Mada (UGM) berinovasi mengembangkan Rumah Instan Struktur Baja (RISBA). Hal itu tersebut dicetuskan oleh dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Ashar Saputra.

Ashar mengatakan bahwa RISBA disebut bisa menjadi alternatif penyediaan rumah masyarakat yang aman gempa dan bisa memenuhi prinsip berkelanjutan.

Struktur bangunan ini diyakini sudah melalui tahapan penelitian berupa analisis struktur, desain, dan pengujian di laboratorium untuk mengetahui kinerja ketahanan gempanya. Sehingga, kata Ashar, dapat mencegah kerusakan berat yang kerap terjadi pada rumah pada saat gempa.

“Dari hasil pengujian di laboratorium, struktur Risba dapat memenuhi target kekuatan dan kekakuan untuk menahan beban gempa rencana dengan lokasi di Lombok Utara dan di Palu,” ujar Ashar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (31/8/2021).

Lebih lanjut Ashar menjelaskan, jumlah rumah yang harus dibangun kembali karena rusak berat pada saat gempa terbilang cukup banyak. Ada lebih 400 ribu rumah pada gempa Aceh 2004, 250 ribu rumah pada gempa Yogyakarta 2006, 77 ribu rumah pada gempa NTB 2018, dan 65 ribu rumah pada gempa Sulawesi Tengah.

Secara teknis, tambah Ashar, kelemahan bangunan terhadap gaya gempa disebabkan oleh dua aspek sifat bahan bangunan yang digunakan, yaitu sifat berat dan getas. Bahan bangunan berupa tembokan bata merah cukup berat sehingga gaya gempa yang harus ditanggung oleh struktur bangunan juga menjadi besar.

“Jika tidak tersedia kekuatan dan kekakuan yang mencukupi, bangunan rumah termasuk dinding pasangan bata akan runtuh. Keruntuhan dinding pasangan inilah yang pada gilirannya dapat menimpa penghuni rumah dan menimbulkan korban,” terangnya.

Sifat material bangunan rumah yang juga menyebabkan tidak tahan gempa adalah sifat yang getas atau mudah patah dengan adanya dorongan gempa. Pasangan bata dan komponen beton bertulang yang tidak memenuhi standar teknik akan bersifat getas sehingga mudah patah dan runtuh saat peristiwa gempa.

Guna mencapai kualitas tahan gempa, awet, dan standar teknis, ia memilih bahan baja sebagai struktur utama. Secara mekanika, kata dia, bahan baja memiliki perilaku yang ulet, liat, dan tidak mudah patah karena beban bolak-balik seperti yang ditimbulkan dari getaran gempa.

Selain itu, baja sudah tersedia di pasar dengan jumlah yang memadai untuk pembangunan secara massal dan sudah mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Bahan baja memang tergolong mahal sebagai bahan konstruksi, namun dengan pemilihan penampang dan modifikasinya, persoalan harga ini bisa diatasi,” paparnya.

Rumah dengan teknologi RISBA telah cukup banyak diterapkan pada proses rekonstruksi pasca Gempa NTB, Gempa Sulawesi Tengah, dan juga baru-baru ini dibangun unit rumah contoh di Pulau Adonara, NTT pasca bencana Badai Seroja.

Menurutnya, pembangunan rumah Risba di Adonara menjadi contoh bagaimana teknologi ini mudah dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat. Proses penjelasan teknis dilakukan hanya dalam waktu sekitar dua jam kepada mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Maumere.

“Tim mahasiswa merakit semua komponen di Kota Maumere dan mengirimkan komponen rumah menggunakan kapal tradisional setempat ke Pulau Adonara. Proses perakitan di lapangan dilaksanakan juga oleh tenaga mahasiswa secara bergantian menggunakan peralatan sederhana yang tersedia,” pungkasnya.***

Artikel Terkait

Leave a Reply

Back to top button