ICOLD 2022, Delegasi Indonesia: Pentingnya Pengelolaan Bendungan
Sejumlah delegasi Indonesia menjadi pembicara dalam Kongres ke-27 ICOLD di Prancis, mereka memaparkan peran penting bendungan untuk kehidupan makhluk hidup.
Konstruksi Media – Beberapa Delegasi Indonesia terlibat aktif sebagai pembicara mengenai pembangunan dan pengelolaan bendungan serta kaitannya terhadap isu perubahan iklim, dalam Kongres ke-27 International Commission On Large Dams (ICOLD) pada 1-3 Juni 2022 lalu di Marseille, Perancis.
Ketua Indonesian National Committee on Large Dams (INACOLD) atau Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNIBB), perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan institusi lainnya mewakili Indonesia berkesempatan untuk menjadi pembicara.
Ketua Umum KNIBB yang juga merupakan Direktur Bendungan dan Danau Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Airlangga Mardjono mengungkapkan dampak perubahan iklim pada pengelolaan Waduk Jatigede.

Ia menjelaskan,m Waduk Jatigede yang berlokasi di Kabupaten Sumedang Jawa Barat merupakan waduk terbesar kedua di Indonesia dengan kapasitas sekitar 1 Miliar m3. Pasalnya, waduk tersebut berfungsi memasok air baku 3,5 m3/detik, jaringan irigasi seluas 90.000 hektar, pembangkit listrik 110 MW, mengendalikan banjir pada area seluas 14.000 hektar di daerah hilir, serta mendukung budidaya perikanan, olahraga, dan fasilitas rekreasi.
“Berdasarkan studi yang dilakukan pada Waduk Jatigede dalam kaitannya dengan dampak perubahan iklim, secara umum inflow waduk sampai tahun 2045 diproyeksikan akan mengalami tren penurunan dan lebih lama pada saat musim kemarau. Simulasi yang dilakukan pada musim hujan dan kondisi normal menunjukkan tidak ada dampak yang signifikan, namun pada saat musim kemarau akan menganggu irigasi serta menurunkan reservoir level dan energy generation,” ungkap Airlangga dalam keterangannya pekan lalu, Senin, (6/6/2022).
Baca Juga : Brantas Abipraya Perkenalkan Karya Bendungannya di ICOLD 27th Congress, Prancis
Ia menambahkan analisis dampak perubahan iklim pada inflow Waduk Jatigede tersebut menggunakan pendekatan 7 General Circulation Model (GCM) dan skenario Representative Concentration Pathways (RCP) 8,5 berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2013. Periode waktu yang digunakan sebagai baseline yaitu 1981-2005, sedangkan periode proyeksi tahun 2006-2045.
Sementara itu, pembicara lainnya dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia Evi Anggraheni menuturkan pengaruh perubahan iklim terhadap sedimentasi bendungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) pengaruh vulkanik, dengan studi kasus pada DAS Serayu dan Brantas.
Sedangkan, dari Perum Jasa Tirta II Reni Mayasari menjelaskan dampak perubahan iklim pada pengelolaan 3 waduk besar di Sungai Citarum. Ketiga waduk tersebut yaitu Waduk Saguling (1985), Waduk Cirata (1988), dan Waduk Ir. H. Djuanda (1967).
“Untuk mengurangi dampak perubahan iklim, diperlukan penguatan dalam pengelolaan ketiga waduk tersebut,” katanya.

Dalam sesi lainnya, pembicara dari Balai Teknik Bendungan, Ditjen Sumber Daya Air Aris Rinaldi menjelaskan bahwa monitoring air tanah dalam evaluasi keselamatan bendungan merupakan bagian penting dalam pengelolaan dan pemeliharaan bendungan.
Kemudian, Balai Wilayah Sungai Merauke, Ditjen Sumber Daya Air Andri Puji Wahyudi mengatakan analisis dan evaluasi jangka pendek dan jangka panjang antara instrument data dan seep/w application pada Bendungan Jatiluhur Jawa Barat.
Pembicara lainnya dari PT. Waskita Karya (Persero) Tbk, Stella Monica memaparkan penggunaan sistem beton pracetak modular pada dinding samping bendungan, dengan studi kasus di Proyek Bendungan Margatiga Kabupaten Lampung Timur. Selanjutnya, Anom Prasetyo dari PT Vale Indonesia Tbk memaparkan sistem monitoring kinerja bendungan setelah bencana gempa bumi.
Baca Artikel Selanjutnya :