
GBCI Apresiasi Satu Dekade EDGE-IFC di Indonesia
Kehadiran EDGE dari IFC di Indonesia menjadi salah satu pendorong terciptanya bangunan hijau dan menekan emisi karbon.
Konstruksi Media — Tepat satu dekade sudah sejak Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) dari International Finance Corporation (IFC) diperkenalkan di Indonesia.
Dalam peringatan 10 tahun ini, berbagai pemangku kepentingan berkumpul untuk merayakan capaian EDGE sekaligus merancang strategi kolaboratif menuju masa depan pembangunan yang lebih berkelanjutan, salah satunya yakni Green Building Council Indonesia (GBCI).
Chairman Green Building Council Indonesia (GBCI), Ignesjz Kemalawarta, menyampaikan bahwa EDGE memberikan dampak signifikan dalam mendorong perubahan pola pikir pelaku industri.
“EDGE bukan sekadar alat sertifikasi, melainkan instrumen edukatif yang mengajarkan bahwa efisiensi dapat dicapai dengan pendekatan yang terukur dan ekonomis. Dalam 10 tahun ini, kita melihat perubahan konkret, banyak pengembang kini menjadikan efisiensi sebagai bagian dari nilai jual proyek mereka,” ungkap Ignesjz kepada Konstruksi Media, Kamis, (24/07/2025).

Peringatan 10 tahun ini juga menjadi momentum untuk mendorong adopsi yang lebih luas, terutama di luar kota-kota besar dan pada proyek-proyek publik. Ignesjz menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah sebagai motor penggerak utama dalam skala nasional.
“Kami di GBCI percaya, agar transformasi ini merata, maka kebijakan afirmatif dari pemerintah menjadi kunci. Kami terus mendorong agar pemerintah menyediakan insentif bagi bangunan yang menerapkan prinsip keberlanjutan, baik berupa insentif fiskal, kemudahan perizinan, maupun akses pembiayaan hijau,” tuturnya.
Sementara, dalam kesempatan tersebut, Vice Chairperson GBCI Tyok Prasetyoadi menyampaikan bahwa EDGE sebagai sistem sertifikasi bangunan hijau berbasis teknologi.
EDGE telah menjadi katalis penting dalam mendorong praktik pembangunan rendah karbon di sektor properti dan konstruksi.
Dia menyampaikan sejak pertama kali hadir di Indonesia, EDGE telah memperkenalkan pendekatan yang praktis, terjangkau, dan berbasis data untuk mendorong efisiensi energi, air, dan material dalam desain dan pembangunan gedung.
Lebih dari 300 proyek dari berbagai sektor, mulai dari perumahan, perkantoran, hingga rumah sakit telah tersertifikasi EDGE. Capaian ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan penerapan EDGE tercepat di dunia.
Sebagai diketahui, dalam momentum anniversary ke-10 EDGE ini juga dihadiri oleh Senior Country Officer IFC, Amerta Mardjono; International Finance Corporation (IFC), Lead EAP-IFC, Benjamin Van der Auwera; dan Global Senior Manager Green Buildings & Cross-Sector Climate Innovation—IFC, Diep Nguyen Van-Houtte.

Butuh Insentif Pemerintah
Ignesjz menyerukan agar pemerintah Indonesia memberikan insentif konkret bagi pengembang yang menerapkan prinsip bangunan hijau sebagai bentuk keberpihakan terhadap masa depan yang lebih berkelanjutan.
Menurut dia, jika pemerintah lebih proaktif dalam mengintervensi pasar dengan kebijakan insentif, maka pelaku usaha skala kecil-menengah pun akan termotivasi untuk mengadopsi prinsip hijau.
“Insentif adalah katalis. Negara-negara lain sudah membuktikan bahwa ketika green building diberi ruang dan dukungan, maka efisiensi energi nasional dan ketahanan iklim pun ikut meningkat,” imbuh Ignesjz.
Ke depan, GBCI bersama IFC juga akan memperkuat kerja sama dengan institusi keuangan agar semakin banyak skema pembiayaan hijau berbasis sertifikasi EDGE dapat diakses oleh pelaku usaha properti di berbagai level.
Menurutnya, inovasi pembiayaan ini penting untuk memastikan pembangunan hijau tidak hanya menjadi wacana, tetapi mampu diimplementasikan secara nyata, inklusif, dan berkelanjutan.
Dengan tantangan krisis iklim yang semakin kompleks, peringatan satu dekade EDGE menjadi pengingat bahwa pembangunan masa depan Indonesia harus menempatkan keberlanjutan sebagai pondasi utama. Untuk itu, pihaknya bersama IFC terus memperkuat peran strategis dalam mendorong transformasi sektor bangunan menuju pembangunan hijau yang lebih efisien dan rendah karbon.
“Kita harus sadar, sektor bangunan menyumbang sekitar 40 persen emisi karbon dunia. Artinya, jika kita ingin serius menangani krisis iklim, kita harus mulai dari cara kita membangun,” ujarnya.
Kolaborasi lintas sektor, transformasi kebijakan, dan inovasi teknologi akan menjadi elemen-elemen kunci dalam menciptakan kota-kota yang tidak hanya layak huni, tetapi juga resilient terhadap tantangan masa depan.