News

Gagal 30 Tahun, Indonesia Akhirnya Resmi Bangun Pabrik Soda Ash Pertama Senilai Rp5 Triliun di Bontang

Proyek strategis nasional ini berlokasi di Kawasan Industrial Estate (KIE) Bontang

Konstruksi Media — Setelah tertunda selama lebih dari tiga dekade, Indonesia akhirnya memulai pembangunan pabrik soda ash (natrium karbonat/Na₂CO₃) pertama di Tanah Air. Proyek strategis nasional ini berlokasi di Kawasan Industrial Estate (KIE) Bontang, Kalimantan Timur, dengan total investasi sekitar Rp5 triliun.

Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 16 hektare ini akan menyerap sekitar 800 tenaga kerja dan ditargetkan rampung pada Maret 2028, setelah proses persiapan yang dimulai sejak Juni 2025.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menyebut groundbreaking ini sebagai tonggak sejarah industri kimia Indonesia.

“Sudah lebih dari tiga dekade Indonesia berupaya memiliki pabrik soda ash sendiri dan selalu gagal. Hari ini menjadi momentum bersejarah karena kita akhirnya memulai pembangunan pabrik pertama di Indonesia,” ujar Rahmad saat peresmian di Bontang, Jumat (31/10/2025).

Soda ash merupakan bahan kimia serbaguna berbentuk bubuk putih yang digunakan dalam berbagai industri, seperti pembuatan kaca, deterjen, pengolahan air, dan kertas.

Pabrik Soda Ash
Peresmian pabrik soda ash pertama di Indonesia

Kurangi Impor 1 Juta Ton per Tahun

Rahmad menjelaskan, selama ini seluruh kebutuhan soda ash nasional dipenuhi melalui impor, dengan volume mencapai 1 juta ton per tahun dari Amerika Utara, Eropa, hingga China.

“Impor soda ash kita tumbuh 5–6% setiap tahun. Jika tidak mulai membangun industri sendiri, devisa yang keluar akan semakin besar,” ungkapnya.

Indonesia sejatinya memiliki seluruh bahan baku utama untuk memproduksi soda ash, seperti karbon dioksida (CO₂) dan amonia, yang tersedia melimpah di fasilitas produksi milik Pupuk Kaltim dan grup usaha Pupuk Indonesia.

Pabrik baru ini ditargetkan mampu memproduksi 300.000 ton soda ash per tahun, sehingga dapat mengurangi ketergantungan impor hingga 30%.

Baca juga: Pupuk Kaltim Tingkatkan Percepatan Laju Dekarbonisasi Melalui ESG

Selain itu, fasilitas tersebut juga akan memproduksi 300.000 ton amonium klorida (NH₄Cl) — produk sampingan yang sangat dibutuhkan untuk bahan baku pupuk. Produksi ini berpotensi menghemat devisa hingga Rp250 miliar per tahun.

“Hasil dari pabrik ini tidak hanya menggantikan impor soda ash, tapi juga impor amonium klorida yang penting bagi sektor perkebunan, terutama kelapa sawit,” jelas Rahmad.

Proyek Nasional Strategis di Bontang

Direktur Utama Pupuk Kaltim, Gusrizal, mengungkapkan proyek ini digarap oleh konsorsium PT TCC Indonesia Branch Enviromate Technology International (ETI) dan PT Rekayasa Industri (Rekind).

“Nilai investasinya sekitar Rp5 triliun, didanai dari internal perusahaan dengan dukungan perbankan nasional,” kata Gusrizal.

Pembangunan pabrik ini diharapkan memperkuat ekosistem industri kimia nasional serta menjadi model hilirisasi yang berkelanjutan di kawasan timur Indonesia.

Pabrik Soda Ash
Ilustrasi pabrik soda ash

Dorong Hilirisasi dan Bahan Baku Baterai

Menurut Bhimo Aryanto, Senior Director of Business Performance & Assets Optimization PT Danantara Asset Management (Persero), soda ash memiliki peran strategis dalam industri modern. Selain digunakan dalam kaca dan pupuk, bahan ini juga menjadi komponen penting dalam pembuatan litium karbonat, material utama untuk baterai kendaraan listrik (EV).

“Dengan kapasitas produksi signifikan, pabrik ini diharapkan bisa menggantikan impor secara bertahap dan bahkan membuka peluang ekspor di masa depan. Ini wujud nyata hilirisasi industri kimia nasional yang menjadi arah strategis pemerintah,” ujarnya.

Bhimo menambahkan, kehadiran pabrik ini juga diharapkan menjadi tolok ukur (benchmark) bagi industri kimia hijau di Indonesia. Proyek tersebut diperkirakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Bontang dari 9,8% menjadi 10,5%, menyerap ribuan tenaga kerja lokal, dan menciptakan ratusan lapangan kerja permanen saat beroperasi.

“Pabrik ini bukan hanya simbol kemandirian industri kimia nasional, tapi juga pendorong ekonomi hijau yang berkelanjutan di masa depan,” pungkas Bhimo. (***)

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp
Banner Kiri
Banner Kanan