INFOVokasi

Fakta di Balik Aktivitas Mudik Lebaran, Pakar Unpad: Madness Of Multiverse

Mudik merupakan momentum bertemunya hati serta perasaan kepada keluarga besar.

Konstruksi Media – Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Dr. Heri Wibowo, M.M., mengungkapkan tidak heran jika menjelang akhir bulan Ramadhan, para pemudik mulai meramaikan jalanan lintas provinsi untuk kembali ke kampung halaman atau ke rumah orang tua/kerabat, sebab aktivitas pulang ke kampung halaman atau mudik merupakan tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari perayaan Idul Fitri.

Dr. Heri Wibowo menyebut aktivitas mudik secara umum dipicu proses migrasi penduduk dari desa ke kota dengan tujuan meraih harapan hidup yang lebih baik.

“Mudik dilakukan oleh mereka yang saat ini berpisah rumah/lokasi dengan orang tua ataupun tanah kelahirannya. Aktivitas ini membuktikan bahwa seseorang/penduduk perlu melakukan migrasi guna memenuhi kebutuhan atau hajat hidupnya,” ungkap Heri mengutip lama UNPAD, Rabu, (26/4/2023).

Dia menambahkan, jika dicermati secara dalam, mudik bukan sekadar kembali ke kampung halaman bertemu orang tua/keluarga/kerabat.

“Lebih dari itu, mudik merupakan momentum bertemunya hati serta perasaan,” tutur dia.

“Ibu Pertiwi, memiliki tradisi unik yang telah mendarah daging, yaitu mudik atau pulang kampung. Tradisi ini seakan telah begitu melekat, sehingga ‘apa pun’ rela dilakukan,” sambung Dr. Heri.

Catat! 12 Ruas Tol Dapat Diskon Saat Arus Balik Lebaran 2023. Foto: Dokumentasi Kementerian PUPR

Dia menjelaskan, tradisi tersebut begitu diperjuangkan oleh sejumlah penduduk di Indonesia.

Heri memaparkan, kendati teknologi saat ini telah memungkinkan antarindividu bahkan kelompok melakukan kontak virtual, tradisi mudik tidak dapat digantikan oleh pertemuan virtual apa pun.

Bisa dibilang, tradisi mudik merupakan “madness of multiverse”, atau sebuah fakta sosial di mana seorang individu selalu punya keinginan kembali ke tanah kelahirannya.

Selain itu, mudik menjadi cermin bahwa setinggi apa pun kesuksesan seseorang, ia tidak boleh lupa kepada tanah kelahiran dan keluarganya.

“Walaupun mudik tidak harus identik dengan ritual minta maaf seperti layaknya momentum Idulfitri pada umumnya, kehadiran secara fisik dinilai dapat meluruhkan serta menyatukan hati dan perasaan,” imbuhnya.

Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Dr. Heri Wibowo, M.M.,Dok. Ist UNPAD.

Kehadiran dalam ruang fisik dan dimensi yang sama kata Heri dapat menguraikan egoisme, mencairkan kalbu yang beku, serta menghimpun segenap perasaan yang tak terucap. Bahasa nonverbal seperti ekspresi wajah, gestur, tatapan mata, hingga sentuhan fisik belum sepenuhnya tergantikan oleh teknologi.

“Maka mudik menjadi sesuatu yang luar biasa, menjadi harga yang pantas untuk diperjuangkan secara luar biasa,” kata Heri melanjutkan.

Maka tidak heran jika aktivitas mudik kerap menghasilkan nilai-nilai “dramatis”, seperti harus bermacet-macetan, berdesak-desakan di angkutan umum, menyiapkan perbekalan, hingga tidak jarang untuk membeli tiket dengan harga yang lebih mahal dibandingkan hari biasa.

Untuk itu, Heri mendorong agar penyelenggara negara tetap memastikan agar aktivitas mudik dan arus balik terfasilitasi dengan baik.

“Ini kebinekaan yang indah. Fakta sosial kohesivitas komunitas yang perlu dijaga. Keluarga Indonesia, sebagai unit terkecil dari kekuatan bangsa, tentu adalah komponen penting bagi pembangunan,” tutup Heri menandaskan.

Sebagaimana diketahui pada momentum perayaan Lebaran Idul Fitri 1444 H tahun 2023 pemerintah memproyeksikan bahwa terdapat sebanyak 123,8 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 48% dibandingkan dengan periode sebelumnya yakni hanya sekitar 65,614 juta jiwa.

Baca Artikel Selanjutnya :

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp