
Efisiensi Anggaran di Kementerian PU, INKINDO Prediksi Infrastruktur Terancam Berhenti
pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga negara berimbas langsung pada berkurangnya peluang proyek konsultansi
Konstruksi Media – Konstruksi Media – Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 mulai menunjukkan dampaknya terhadap berbagai sektor, termasuk dunia jasa konsultansi. Inpres ini yang bertujuan untuk mendorong efisiensi pengeluaran negara telah memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri konsultansi yang bergantung pada proyek-proyek pemerintah.
Menurut Ketua Dewan Pengurus (DPN) Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO), Ir. Erie Heryadi, M.H, pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga negara berimbas langsung pada berkurangnya peluang proyek konsultansi, terutama yang terkait dengan perencanaan, pengawasan, hingga evaluasi proyek-proyek pemerintah. INKINDO memprediksi sejumlah kontrak yang sudah dalam tahap perencanaan terpaksa dibatalkan atau ditunda tanpa kejelasan waktu.
“Banyak anggota kami yang mengeluhkan pembatalan mendadak proyek konsultansi. Ini tidak hanya berdampak pada perusahaan besar, tapi juga pada konsultan independen dan perusahaan kecil yang menggantungkan hidup dari proyek-proyek tersebut,” ujar Ketua INKINDO Erie dalam diskusi webinar yang digelar DPN INKINDO dengan tajuk ‘Dampak Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 2025 terhadap Dunia Jasa Konsultansi’, Rabu (12/2/2025.
Beberapa sektor yang paling terdampak adalah infrastruktur, pendidikan, dan transportasi, di mana anggaran proyek besar seperti pembangunan jalan tol, pengembangan fasilitas pendidikan, dan peningkatan layanan transportasi mengalami pemotongan signifikan
Sebagai contoh, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang anggarannya dipangkas dari Rp110,9 triliun menjadi Rp29,9 triliun, menyebabkan penundaan dalam banyak proyek pembangunan infrastruktur yang biasanya melibatkan jasa konsultansi.
Namun, di sisi lain, beberapa pihak menilai Inpres ini dapat menjadi momentum bagi industri konsultansi untuk beradaptasi dengan pendekatan yang lebih efisien dan inovatif. Konsultan diharapkan mampu menawarkan solusi yang lebih hemat biaya tanpa mengurangi kualitas layanan.
Sementara Dicki Rinaldi, Direktur Pengembangan Jasa Konstruksi Kementerian PU, menjelaskan bagaimana kebijakan ini memengaruhi sektor jasa konsultansi dan infrastruktur nasional.
Dicki mengungkapkan bahwa kebutuhan anggaran Kementerian PU untuk tahun 2025 awalnya diidentifikasi sebesar Rp212 triliun berdasarkan forum perencanaan pembangunan seperti musrenbang. Namun, kebijakan efisiensi yang diumumkan Kementerian Keuangan pada 24 Januari 2025 mengurangi anggaran Kementerian PU secara drastis menjadi Rp29,57 triliun.
“Efisiensi ini menyebabkan penghentian paket proyek infrastruktur, baik yang sudah berjalan maupun yang dalam tahap perencanaan,” ujar Dicki.
Dicki menegaskan bahwa penghentian paket proyek infrastruktur ini menjadi tantangan besar bagi Kementerian PU dalam mempertahankan layanan penyediaan infrastruktur kepada masyarakat.
Sebagai respons terhadap efisiensi anggaran, Kementerian PU menerapkan sepuluh perubahan pola kerja yang mencakup penghentian sementara atau permanen kegiatan fisik infrastruktur, pembatalan pembelian alat baru, dan optimalisasi penggunaan alat yang ada. Selain itu, pembatasan perjalanan dinas, pengurangan belanja alat tulis kantor, serta efisiensi dalam kegiatan seremonial dan kehumasan juga diterapkan.
“Efisiensi ini berdampak langsung pada jasa konsultansi. Banyak paket proyek yang sudah memiliki pemenang tender kemungkinan besar akan dibatalkan atau dihentikan,” jelas Dicki.
Tahun 2025, terdapat 312 paket jasa konsultansi dengan total anggaran Rp789 miliar yang sebagian besar terancam dibatalkan. Meski anggaran terbatas, Dicki berharap produktivitas dan kualitas infrastruktur tetap terjaga melalui penggunaan anggaran yang lebih efisien dan tepat sasaran.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Waluyo Utomo, menegaskan bahwa Inpres No. 1 Tahun 2025 adalah langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan fiskal di tengah tantangan global.
“Efisiensi anggaran bukan berarti mengurangi kualitas layanan publik, tetapi memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Kami fokus pada belanja yang produktif, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan,” ujar Waluyo.
Beliau juga menambahkan bahwa pengelolaan utang yang prudent tetap menjadi prioritas untuk menjaga stabilitas makroekonomi. “Kami memastikan bahwa utang digunakan secara efektif untuk pembiayaan proyek-proyek strategis yang memberikan dampak jangka panjang bagi perekonomian nasional,” tambahnya.
Pemerintah menegaskan bahwa APBN yang sehat adalah kunci untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan kesejahteraan masyarakat. Efisiensi anggaran bertujuan memastikan bahwa setiap pengeluaran menghasilkan output berkualitas, memberikan manfaat nyata, dan memiliki nilai tambah yang signifikan.
Dengan APBN yang dikelola secara efektif, diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tangguh di tengah tantangan global, serta mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. (***)