NewsOPINI

Dari Bambu Runcing Menuju Beton Bertulang: Refleksi Industri Konstruksi Menyongsong 80 Tahun Indonesia Merdeka

Oleh: Amril Taufik Gobel, Vice President Procurement EPC dan Investasi, Divisi Supply Chain Management PT Nindya Karya

Konstruksi Media — “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya,” begitu kata Bung Karno dengan penuh semangat.

Kini, hampir delapan dekade setelah kemerdekaan diproklamasikan, Indonesia berdiri di persimpangan sejarah yang menantang. Industri konstruksi, sebagai tulang punggung pembangunan nasional, menghadapi ujian yang tak kalah beratnya dengan perjuangan para pahlawan dulu.

Saat ini, industri konstruksi Indonesia tengah menapaki jalan yang penuh liku. Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan lebih dari 423 triliun rupiah untuk pembangunan infrastruktur pada 2024, sebuah komitmen yang menunjukkan tekad kuat bangsa ini untuk terus berbenah. Namun, di balik angka fantastis tersebut, tersembunyi tantangan yang menggunung seperti derasnya arus globalisasi yang tak kenal ampun.

Gelombang perubahan ekonomi global telah menghantam dengan keras. Industri konstruksi Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan akibat tingginya harga material bangunan, suku bunga yang meningkat, inflasi, dan melemahnya permintaan eksternal.

Seperti perahu yang berlayar di lautan badai, para pelaku industri harus beradaptasi dengan kondisi yang terus berubah. Material yang dulu mudah didapat, kini harganya melonjak drastis. Semen, besi, kayu – semua menjadi barang mahal yang menggerus margin keuntungan.

Revolusi digital yang datang bagai tsunami tak terhindarkan juga membawa dampak ganda. Di satu sisi, teknologi memberikan kemudahan dalam perencanaan dan eksekusi proyek melalui Building Information Modeling (BIM) dan manajemen proyek digital.

Namun di sisi lain, industri konstruksi tradisional Indonesia masih tertatih-tatih mengadopsi inovasi ini. Banyak kontraktor kecil dan menengah yang masih mengandalkan cara-cara lama/konvensional.

Ketidakpastian geopolitik dunia semakin memperkeruh suasana. Perang di Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, dan konflik perdagangan global telah mengacaukan rantai pasok material konstruksi. Sejak 2020, dampak embargo, gangguan rantai pasok, dan kekurangan tenaga kerja akibat pandemi telah menyebabkan penurunan PDB industri konstruksi Indonesia. Seperti domino yang berjatuhan, efek ini merambat ke seluruh aspek industri.

Namun, Indonesia bukanlah bangsa yang mudah menyerah. Segmen konstruksi infrastruktur terus mendominasi pasar konstruksi Indonesia dengan pangsa sekitar 35% pada 2024, bernilai 100,35 miliar dolar AS. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan ketangguhan dan potensi luar biasa yang dimiliki bangsa ini.

Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, strategi rantai pasok menjadi kunci utama keberlanjutan industri konstruksi.

Pertama, diversifikasi sumber material menjadi keharusan mutlak. Indonesia tidak boleh lagi tergantung pada satu atau dua negara pemasok.

Seperti pepatah “jangan taruh semua telur dalam satu keranjang,” industri konstruksi harus memperluas jaringan pemasok hingga ke berbagai belahan dunia. Kemitraan strategis dengan negara-negara ASEAN, Afrika, dan Amerika Latin perlu diperkuat untuk memastikan ketersediaan material yang stabil.

Kedua, pengembangan industri material lokal harus menjadi prioritas nasional. Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah , dari pasir silika hingga batu kapur berkualitas tinggi.

Namun, potensi ini belum dioptimalkan secara maksimal. Investasi dalam riset dan pengembangan material alternatif berbasis sumber daya lokal akan mengurangi ketergantungan impor sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.

Ketiga, adopsi teknologi digital dalam manajemen rantai pasok tidak bisa ditunda lagi. Sistem prediksi berbasis kecerdasan buatan dapat membantu mengantisipasi fluktuasi harga dan ketersediaan material.

Blockchain dapat digunakan untuk memastikan transparansi dan kualitas material dari hulu hingga hilir. Internet of Things (IoT) memungkinkan pemantauan real-time terhadap kondisi material dan peralatan konstruksi.

Keempat, pembangunan gudang penyangga (buffer stock) material strategis di berbagai titik di Nusantara akan memberikan ketahanan terhadap guncangan global. Seperti halnya cadangan beras nasional, cadangan semen, besi, dan material kritis lainnya akan menjadi benteng pertahanan industri konstruksi.

Kelima, kolaborasi lintas sektor. Industri konstruksi tidak berdiri sendiri; ia bersinggungan dengan keuangan, logistik, energi, dan hukum. Untuk itu, forum-forum kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat harus difasilitasi secara rutin. Keputusan-keputusan besar seperti percepatan proyek transisi energi, pembangunan Ibu Kota Nusantara, hingga proyek jalan tol dan pelabuhan hanya akan berhasil jika seluruh pihak bekerja dengan semangat gotong royong.

Dan terakhir, kita harus kembali pada nilai-nilai kejujuran dan pengabdian. Banyak proyek mangkrak bukan karena material kurang, tetapi karena mentalitas yang salah. Dalam setiap batu bata yang kita tumpuk, terselip doa dan harapan rakyat kecil yang ingin melihat anaknya bisa sekolah lebih dekat, rumahnya tidak lagi kebanjiran, dan desanya terhubung ke kota. Kita tidak boleh mengkhianati harapan mereka.

Maka, menyongsong 80 tahun Indonesia Merdeka, mari kita sadari bahwa industri konstruksi bukan sekadar bisnis, tetapi ladang pengabdian. Rantai pasok yang sehat, efisien, dan adil bukan utopia, melainkan keharusan. Dengan semangat para pendahulu kita yang membangun bangsa ini di tengah kesulitan jauh lebih besar, kita pun pasti bisa.

Industri konstruksi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 7% secara riil pada 2024, didukung oleh fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur dan energi, serta peningkatan investasi asing langsung.

Optimisme ini bukanlah tanpa dasar. Program ibu kota negara (IKN) Nusantara, pembangunan jalan tol trans-Sumatera, dan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung telah membuktikan kemampuan Indonesia dalam menyelesaikan proyek-proyek besar yang kompleks.

Tantangan dalam negeri juga tidak kalah beratnya. Kekurangan tenaga kerja terampil, birokrasi yang masih berbelit, dan ketimpangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa menjadi pekerjaan rumah yang menunggu solusi. Namun, dengan semangat gotong royong yang mengalir dalam darah bangsa ini, tantangan-tantangan tersebut bukanlah hal yang mustahil untuk diatasi.

Proyeksi CAGR sebesar 5,7% selama periode 2024-2028 menunjukkan bahwa output konstruksi Indonesia diperkirakan akan mencapai 2.775,195.3 triliun rupiah pada 2028. Angka ini bukan sekadar harapan, melainkan bukti nyata bahwa fondasi yang dibangun para founding fathers tidak sia-sia.

Industri konstruksi Indonesia harus belajar dari kisah bambu. Meski terlihat lentur dan mudah ditekuk angin, bambu memiliki akar yang dalam dan batang yang kuat. Ketika badai berlalu, bambu tetap berdiri tegak.

Demikian pula industri konstruksi harus memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan perubahan, namun tetap kokoh pada prinsip-prinsip dasar: kualitas, ketepatan waktu, dan keberlanjutan.

Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan akademisi menjadi kunci keberhasilan transformasi ini. Pemerintah perlu menciptakan regulasi yang kondusif dan investasi infrastruktur pendukung.

Sektor swasta harus berani berinovasi dan berinvestasi dalam teknologi baru. Sementara dunia akademis berperan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dan riset yang aplikatif.

Menyongsong 80 tahun kemerdekaan, industri konstruksi Indonesia berdiri di ambang babak baru yang penuh harapan. Seperti phoenix yang bangkit dari abu, industri ini akan menggeliat lebih kuat dan tangguh.

Dengan strategi rantai pasok yang tepat, adopsi teknologi yang masif, dan semangat pantang menyerah yang terus berkobar, tidak ada yang mustahil bagi bangsa yang pernah merebut kemerdekaan dengan bambu runcing.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri,” demikian pesan Bung Tomo yang masih bergema hingga kini.

Kini saatnya industri konstruksi Indonesia melawan kemalasan, kepasrahan, dan ketergantungan. Saatnya membangun Indonesia yang lebih kuat, tidak hanya dengan beton dan baja, tetapi juga dengan semangat dan inovasi yang tak pernah padam.

Sumber Rujukan:

1. https://www.businesswire.com/news/home/20240703396582/en/Indonesia-Construction-Industry-Report-2024—South-Korean-Construction-Firms-are-Eyeing-More-Infrastructure-Deals-in-the-Indonesian-Market-in-2024—ResearchAndMarkets.com

 

2. https://www.globenewswire.com/news-release/2024/03/08/2842946/0/en/Indonesia-Construction-Industry-Report-2024-2033-A-USD-283-Billion-Market-in-2024-Forecasts-Predict-the-Market-will-Reach-USD-529-1-Billion-in-2033-Growing-at-a-CAGR-of-7-2.html

 

3. https://www.nextmsc.com/report/indonesia-construction-market

 

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp