
Konstruksi Media – Industri konstruksi baja nasional kembali menghadapi ancaman akibat maraknya praktik impor konstruksi baja rakitan dari luar negeri yang masuk melalui celah HS Code 9406, yakni kode untuk prefabricated buildings (PeB).
Ketua Indonesian Steel Structure Center (ISSC), Budi Harta Winata, mengungkapkan praktik tersebut terus meningkat sistematis selama dua tahun terakhir dan semakin menggerus kinerja pabrikan baja nasional.
“Sekarang banyak proyek besar di Indonesia yang menggunakan baja impor karena alasan desain. Mereka minta desain dari luar negeri agar produk baja Impor bisa masuk. Padahal desain itu tidak sesuai dengan standar Konstruksi Nasional,” ujar Budi di Jakarta, Selasa (15/10).
Menurutnya, sebagian besar desain dari luar negeri tersebut tidak mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), baik dari sisi kekuatan struktur, ketahanan gempa, maupun keselamatan bangunan. Namun, karena desain itu sudah menjadi syarat proyek, produk baja dari negara asalnya pun otomatis lolos masuk ke Indonesia tanpa proses sertifikasi yang seharusnya.
“Inilah modus yang merugikan industri nasional. Konstruksi baja impor diloloskan karena desainnya datang dari luar, padahal justru desain itu yang tidak memenuhi standar teknis kita,” tegas Budi.
Dampak ke Industri Baja Lokal
ISSC mencatat, dampak dari praktik ini sudah mulai dirasakan di berbagai lapangan. Banyak perusahaan dalam rantai pasok konstruksi baja mengalami penurunan produksi hingga 40%, bahkan sejumlah bengkel fabrikasi harus mengurangi tenaga kerja karena minimnya proyek baru yang memakai konstruksi baja Nasional.
“Harga baja rakitan impor jauh di bawah harga wajar, karena mereka masuk tanpa beban sertifikasi dan bea masuk. Ini sangat tidak adil bagi pelaku industri dalam negeri,” ujar Budi.

Celah Regulasi Melalui HS Code 9406
ISSC menilai, penggunaan HS Code 9406 telah disalahgunakan untuk memasukkan produk konstruksi baja rakitan dalam bentuk pre-engineered building (PEB).
Padahal, HS Code tersebut diperuntukkan bagi bangunan jadi, bukan komponen struktur konstruksi baja yang dirakit di dalam negeri.
“HS Code ini dijadikan pintu belakang agar baja asing bisa masuk tanpa izin impor konstruksi, tanpa uji SNI, dan tanpa perizinan bangunan (PBG). Akibatnya, pemerintah kehilangan kendali terhadap arus masuk baja rakitan,” jelas perwakilan bidang regulasi ISSC, Yunus Satya, SH.
Desakan ke Pemerintah
Sebagai bentuk tanggapan, ISSC bersama pelaku industri konstruksi baja nasional mendesak pemerintah untuk segera menutup berbagai celah kebijakan yang merugikan industri nasional.
PERMINTAAN ISSC:
- Tidak memberikan izin PBG (IMB) kepada konstruksi bangunan yang dibangun menggunakan konstruksi baja impor, karena raw material tidak memiliki SNI dan TKDN Kementerian PUPR.
- Tidak memberikan label SNI untuk produk yang dihasilkan atau diproduksi oleh pabrik yang menggunakan konstruksi baja impor.
- Stop pemberian izin investasi asing baru untuk produk konstruksi baja dan rantai pasoknya.
- Stop penerbitan surat persetujuan impor konstruksi baja.
- Perketat pengawasan terhadap konstruksi baja impor dengan HS Code 9406.xx dan 7308.xx oleh Bea Cukai.
Celah regulasi impor melalui desain asing dan HS Code 9406 kini menjadi ancaman nyata bagi masa depan industri baja Indonesia.
Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah tegas agar kebijakan industri, investasi, dan konstruksi nasional berjalan searah dengan prinsip kemandirian ekonomi dan keamanan struktur bangunan Indonesia.





