DaratTRANSPORTATION

Catatan MTI Evaluasi Mudik Lebaran 2023

Kemacetan masih terjadi akibat kepadatan ini diperparah dengan perilaku pengemudi antar kota dadakan.

Konstruksi Media – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) memandang dari tahun ke tahun, masalah mobilitas orang selama masa liburan Idul Fitri selalu dinamis. Ada yang telah berubah lebih baik, ada yang tetap di tempat. Untuk itu, MTI meminta agar pemerintah dapat segera merealisasikan angkutan umum yang terintegrasi, agar banyak masyarakat memilih mudik menggunakan moda transportasi umum ketimbang pribadi.

Analis Transportasi Jalan  Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian MTI, A.M. Fikri menjelaskan adanya infrastruktur jalan tol mengharuskan pemerintah memikirkan pola mobilitas masyarakat dalam jangka panjang.

Menurut dia, sepanjang arus mudik-balik, prediksi dan perencanaan bisa sesuai berjalan lancar tetapi tak luput juga ada meleset dari yang direncanakan.

“Pergerakan orang dalam jumlah besar memerlukan alat angkut yang memadai. Kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua yang bergerak dalam jumlah besar (bisa mencapai jutaan unit) secara bersamaan membuat kapasitas jalan yang dirancang untuk kondisi normal sudah pasti tak cukup,” jelas Fikri kepada Konstruksi Media, Jumat, (28/4/2023).

Dia menjelaskan, kemacetan akibat kepadatan ini diperparah dengan perilaku pengemudi antar kota dadakan. Pasalnya, mereka kebanyakan membawa kebiasaan di jalan perkotaan ke jalan antar kota, dimana selama mudik 2023 ini, terutama di jalan tol, masih banyak ditemui pemudik parkir di bahu jalan. Tak sedikit juga pemudik yang parkir sembarangan di bahu jalan tol yang sedikit melebar seperti di Km 77, Km 79, Km 204 atau beberapa titik yang sebelumnya pernah menjadi gerbang tol atau bahkan di lajur darurat penyelamat.

Untuk itu, dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat untuk merencanakan perjalanan juga masih dirasa kurang.

Analis Transportasi Jalan Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian MTI, A.M. Fikri. Dok Pribadi

“Meski banyak Rest Area di luar jalan tol yang tak jauh dari gerbang tol, tak banyak dipikirkan stakeholder yang terlibat dalam pengaturan lalu-lintas. Padahal Tol Trans Jawa sudah beberapa digunakan pemudik sejak diresmikan akhir 2018,” imbuhnya.

Seorang kawan secara berseloroh berkata, “Sudah 78 tahun Indonesia merdeka, tetapi setiap Idul Fitri kejadian yang sama berulang. Macet, macet dan macet,” kata dia.

Meski begitu, kebijakan oneway yang dilakukan oleh pemerintah untk mengurai kemacetan hanya bisa menjadi kebijakan jangka pendek, bukan kebijakan jangka panjang.

Baca Juga : Urai Pemudik Menyeberang Dari Jawa Menuju Sumatera

“Kebijakan ini juga dirasakan kurang memperhatikan hal paling penting yang harusnya dikembangkan pemerintah angkutan umum jalan raya,” terang Fikri menuturkan.

Bus-bus pengangkut pemudik harus menempuh perjalanan lebih panjang. Saat arus mudik misalnya, bus dari Yogya harus menempuh lebih dari 16 jam perjalanan siang (via tol 10-12 jam di hari normal) menuju Jakarta lewat Semarang atau Weleri untuk menjemput penumpang mudik. Di saat arus balik, Jakarta ke Semarang membutuhkan waktu 15 jam perjalanan siang (via tol 6 jam di hari normal).

Keterlambatan bus dari Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebabkan keberangkatan dari Jabodetabek dan sekitarnya terlambat mulai 2-3 jam hingga 6-12 jam.

“Untuk teman-teman yang mengandalkan armada putar-balik memang terdampak parah, tetapi untuk perusahaan yang tetap memberangkatkan armada sesuai jadwal reguler keterlambatan masih tergolong wajar 2-3 jam,” kata seorang teman di Terminal Terpadu Pulogebang.

Di luar jalan tol, ada dua wilayah di Jawa Barat yang selalu menjadi titik macet yang parah yakni Gadog-Puncak Pass dan Nagreg-Limbangan-Malangbong-Gentong. Di kedua titik ini selain masalah volume kendaraan, kesabaran pengendara diuji untuk mau tertib dalam antrean kendaraan. Pemudik di Priangan Timur ada yang menempuh perjalanan 13 jam dari Banjarsari ke Jakarta.

Penumpunan kendaraan di Gerbang Tol saat arus balik-mudik Lebaran tahun 2023. Dok. Ist

Satu lagi titik kemacetan yang sulit terurai ada ruas jalan di Jawa Tengah: Ketanggungan-Songgom-Prupuk-Linggapura-Bumiayu. Di ruas yang menjadi akses menuju Gerbang Tol Pejagan (sebelah Barat via Songgom-Ketanggungan) atau Gerbang Tol Tegal (sebelah Timur via Balapulang) kemacetan juga selalu jadi momok.

Saat arus mudik, kendaraan pribadi dari Jabodetabek menuju Yogya yang melalui jalur ini ada yang menempuh perjalanan hingga 18 jam lebih (9-10 jam di waktu normal). Titik yang paling menjadi hambatan ada di Songgom, Linggapura dan Bumiayu. Selain karena jalan sempit dan aktivitas warga lokal seperti pasar, perilaku pengendara yang tak sabar mengantre juga kerap membuat kendaraan tak bergerak.

Berkaca dari beragam permasalahan terkait kebiasaan berkendara dan mempertimbangkan efisiensi bahan bakar serta kelancaran arus lalu-lintas, pemerintah harus segera menghadirkan solusi mobilitas yang berkelanjutan.

Pergerakan orang dalam jumlah besar tak melulu harus diatasi dengan manajemen lalu-lintas, yang lebih penting lagi adalah bagaimana pergerakan ini bisa lebih efisien dalam segala hal, terutama hemat bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah harus segera menghadirkan angkutan umum yang aman, nyaman dan menarik minat pemudik mengimbangi pembangunan infrastruktur jalan tol yang bertambah.

Pemerintah harus menetapkan target jangka menengah untuk penyediaan jaringan angkutan umum dengan sarana dan prasarana yang membuat orang mau beralih dari kendaraan pribadi.

Jika kita mengambil asumsi 1 juta kendaraan pribadi keluar dari Jabodetabek melalui jalan tol berisi 5 orang, maka akan ada 5 juta orang pemudik menggunakan kendaraan pribadi. Jika diangkut dengan bus berkapasitas 32 orang (kelas eksekutif, dilengkapi reclining seat, AC, Toilet dan bantal-selimut) maka 5 juta orang itu hanya akan menggunakan 156.250 unit bus.

“Pemerintah Indonesia sudah berkomitmen mendukung gerakan dunia mengurangi perubahan iklim, yang salah satu aktivitas utamanya adalah pengurangan karbon dan efek rumah kaca. Memperluas jaringan angkutan umum menjadi salah satu solusi jangka pendek untuk pengurangan karbon dengan mengurangi penggunaan BBM atau bahan bakar bersumber dari fosil,” tutup dia.

Baca Artikel Selanjutnya :

Artikel Terkait

Back to top button