
Konstruksi Media — Badan Kejuruan Sipil Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menyelenggarakan kegiatan seminar nasional Teknik sipil.
Mengangkat tema besar “Retrofit Bangunan untuk Indonesia Tangguh: Pandangan Kerekayasaan dan Kebijakan”, menghadirkan pembicara salah satu satunya yakni Direktur Keberlanjutan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Ir. Kimron Manik, Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Prof. Iswandi Imron, dan dimoderatori oleh Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI) Prof. Widjojo A. Prakoso.
Dalam paparannya, Prof. Iswandi menyampaikan bahwa upaya penguatan struktur bangunan lama kian menjadi sorotan, terutama di wilayah rawan gempa dan perkotaan padat.
Salah satu pendekatan yang kini banyak diterapkan adalah konsep retrofitting atau peningkatan kekuatan bangunan eksisting tanpa merobohkannya.
Menurut dia, retrofitting menjadi langkah strategis dalam menjaga keselamatan struktur sekaligus mempertahankan fungsi bangunan yang masih aktif digunakan. Bangunan lama seringkali tidak didesain untuk beban gempa sesuai standar saat ini, sehingga perlu dilakukan penguatan tanpa harus mengganti seluruh struktur.
Salah satu teknologi yang terus berkembang dalam dunia retrofit adalah penggunaan Lead Rubber Bearing (LRB), hingga Fiber Reinforced Polymer (FRP).
FRP sendiri merupakan material komposit ini dikenal ringan, fleksibel, namun sangat kuat untuk menahan beban tarik dan geser pada elemen struktural.
“FRP menjadi solusi yang efisien dalam retrofit karena pemasangannya relatif cepat, tidak menambah beban pada bangunan, dan cocok untuk struktur yang tetap harus beroperasi seperti rumah sakit atau sekolah,” ungkap Prof. Iswandi.
Sementara, dalam kesempatan tersebut, Ir. Kimron Manik menyampaikan presentasi mengenai Kebijakan Kementerian PU Dalam Penyelenggaraan Konstruksi Keberlanjutan.
Kimron mengatakan dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk tujuan yang mulia dan meningkatkan kesejahteraan, disaat yang sama juga terdapat potensi sejumlah masalah, salah satunya kerusakan terhadap lingkungan.

“Jika dilihat masalah lingkungan itu terjadi deforestasi, kekeringan, degradasi lahan, pencemaran dan emisi karbon,” kata Kimron.
Terkait emisi karbon, Kimron mengungkapkan bahwa saat ini Kementerian PU sedang berupaya untuk meningkatkan penggunaan material yang ramah lingkungan, sehingga target net zero emision pada 2060 dapat tercapai.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur yang dilakukan juga harus memberi dampak terhadap perekonomian, salah satunya yakni beban utang meningkat, urbanisasi, urban sprawi, dan kesenjangan.
“Terkait urbanisasi, makanya saat ini pemerintah juga berupaya membangun dari daerah pinggiran, sehingga merupakan adanya urbanisasi terhadap masyarakat,” ujarnya.
Dengan begitu, masyarakat di pedesaan ataupun kota-kota di luar Jakarta, tidak perlu lagi berbondong-bondong mencari pekerjaan, karena dengan pembangunan yang dilakukan di pinggiran, masyarakat sekitar bisa mendapatkan pekerjaan di wilayahnya.
Untuk itu, pembangunan infrastruktur harus dijalankan secara bijak, dan tetap menjaga keseimbangan antar pertumbuhan fisik, kelestarian lingkungan, serta keadilan sosial dan ekonomi.
Sejalan dengan itu, Kementerian PU memiliki Jargon “PU 608” demgan mengacu pada tiga sasaran utama yang ingin dicapai, yaitu: efisiensi investasi (ICOR kurang dari 6), pengentasan kemiskinan (menuju 0%), dan pendorong pertumbuhan ekonomi (8% per tahun).