
Oleh Ir. Effendi Sianipar, MM, M.Si
Konstruksi Media – Saat ini, asosiasi jasa konstruksi menghadapi tantangan besar dalam kondisi kebijakan pemerintah terkait efisiensi anggaran. Hampir seluruh sektor diminta untuk melakukan penghematan, kecuali pada program MBG dan pembayaran utang yang jatuh tempo.
Di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu, asosiasi dituntut untuk memberikan solusi konkret bagi jutaan pekerja konstruksi. Namun, sampai kapan pekerja konstruksi harus terus dihibur dengan pidato atau pernyataan politik tanpa tindakan nyata? Penghematan memang perlu, tetapi harus disertai dengan solusi yang berkelanjutan.
Pekerjaan konstruksi adalah sebuah karya yang memerlukan perencanaan matang agar hasilnya bermanfaat, kokoh, tahan lama, dan nyaman. Dalam industri ini, struktur keanggotaan asosiasi didominasi oleh pengusaha kecil (85%), sementara sisanya (15%) terdiri dari pengusaha menengah dan besar. Dengan komposisi ini, tantangan utama adalah bagaimana asosiasi dapat memastikan pemerataan kesempatan bagi seluruh anggotanya.
Presiden Prabowo telah memberikan sinyal positif bahwa proyek-proyek pembangunan akan lebih banyak diberikan kepada sektor swasta. Namun, asosiasi jasa konstruksi perlu menyusun strategi profesional agar anggotanya di seluruh Indonesia dapat memperoleh bagian pembangunan secara adil.
Selain itu, perlu ada perhatian khusus terhadap persyaratan administrasi perusahaan jasa konstruksi dalam situasi efisiensi anggaran ini. Bisakah perusahaan kecil tumbuh menjadi menengah, menengah menjadi besar, dan perusahaan besar tetap bertahan dengan beban administrasi yang ada?