
Oleh: Mangesti Waluyo Sedjati, Ketua Majelis Ilmu Baitul Izzah
Konstruksi Media – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Undang-Undang BUMN dalam rapat paripurna yang digelar pada 4 Februari 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pengesahan ini merupakan langkah signifikan dalam transformasi tata kelola BUMN guna meningkatkan efisiensi, transparansi, dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan pelat merah. Artikel ini akan mengulas secara mendalam 10 poin utama dalam undang-undang baru ini, serta implikasi strategisnya bagi perekonomian nasional, sektor swasta, dan masyarakat.
1. Penyesuaian Definisi BUMN untuk Optimalisasi Peran
Salah satu poin utama dalam UU BUMN 2025 adalah penyesuaian definisi BUMN agar selaras dengan perkembangan ekonomi dan regulasi terkait. Revisi ini bertujuan untuk:
- Memastikan BUMN dapat beroperasi lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan zaman.
- Meningkatkan sinkronisasi regulasi antara UU BUMN dengan UU terkait lainnya, seperti UU Cipta Kerja dan UU Keuangan Negara.
Definisi baru ini diharapkan dapat memperjelas batasan peran BUMN, baik sebagai agen pembangunan maupun sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab atas profitabilitasnya.
2. Pembentukan Badan Pengelola Investasi BPI Danantara
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dibentuk untuk:
- Mengoptimalkan tata kelola investasi BUMN.
- Meningkatkan efektivitas pengelolaan aset dan modal yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan negara.
- Memastikan investasi BUMN tidak hanya menguntungkan korporasi, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Pembentukan BPI Danantara menandai langkah maju dalam menciptakan ekosistem investasi yang lebih profesional, dengan mengacu pada best practices global, seperti Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional di Malaysia.
3. Pemisahan Fungsi Regulator dan Operator BUMN
Salah satu kritik utama terhadap BUMN selama ini adalah konflik kepentingan dalam menjalankan fungsi regulator dan operator. UU BUMN 2025 mengatur pemisahan tegas antara:
- Regulator (Pemerintah melalui Kementerian BUMN) yang bertanggung jawab atas kebijakan dan pengawasan.
- Operator (BUMN sebagai korporasi) yang menjalankan fungsi bisnisnya tanpa intervensi politik yang berlebihan.
Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi inefisiensi birokrasi dan mencegah potensi konflik kepentingan yang sering menghambat profesionalisme dalam pengelolaan BUMN.