InfrastrukturMaterialNewsProduk

Algoritma di Balik Beton: Ketika Upaya Kecerdasan Buatan Merevolusi Lanskap Ketenagakerjaan Konstruksi Nusantara

Oleh: Amril Taufik Gobel, Vice President Procurement EPC dan Investasi, Divisi Supply Chain Management PT Nindya Karya.

Konstruksi Media — Di tengah hiruk pikuk pembangunan infrastruktur yang tak pernah berhenti di Indonesia, sebuah revolusi teknologi tengah mengubah wajah industri konstruksi secara fundamental. Kecerdasan buatan dan otomasi, yang dulunya hanya menjadi impian futuristik, kini telah menjadi kenyataan yang menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi jutaan pekerja konstruksi di Tanah Air.

Sektor konstruksi Indonesia, yang pada tahun 2023 berhasil menyerap 8,7 juta tenaga kerja , kini berada di persimpangan sejarah. Industri yang selama ini mengandalkan tenaga manusia intensif mulai berhadapan dengan realitas baru dimana mesin cerdas dan algoritma canggih mengambil alih berbagai tugas yang sebelumnya menjadi domain eksklusif para pekerja.

Transformasi ini bukan lagi wacana masa depan yang jauh. Data terkini menunjukkan bahwa AI telah menjadi bagian penting dari sistem operasional harian proyek konstruksi , dengan algoritma yang mampu menganalisis data geografis, material, dan biaya untuk membuat jadwal pembangunan yang paling efisien.

Perubahan ini mencerminkan kecepatan adopsi teknologi yang melampaui prediksi banyak kalangan. Namun, di balik kemajuan teknologi yang mengagumkan ini, terdapat kekhawatiran mendalam tentang nasib para pekerja konstruksi. Penelitian menunjukkan bahwa proporsi pekerjaan manusia menurun dari 67% pada tahun 2020 menjadi 53% pada tahun 2025, sementara otomatisasi meningkat dari 33% menjadi 47%.

Angka ini menggambarkan akselerasi yang luar biasa dalam penggunaan teknologi otomasi di berbagai sektor, termasuk konstruksi.

Dampak otomasi terhadap tenaga kerja konstruksi Indonesia bersifat multidimensional dan kompleks. Pada satu sisi, teknologi ini menghadirkan efisiensi yang tidak pernah ada sebelumnya. Robot-robot konstruksi kini mampu melakukan pekerjaan dengan presisi tinggi, mengurangi kesalahan manusia, dan bekerja tanpa kenal lelah.

Drone-drone canggih dapat melakukan survei lahan dengan akurasi yang mencapai sentimeter, sementara algoritma pembelajaran mesin mampu memprediksi potensi masalah struktural sebelum proyek dimulai.

Namun, transformasi ini juga membawa keresahan bagi jutaan pekerja konstruksi Indonesia yang sebagian besar mengandalkan keterampilan manual tradisional. Para tukang batu, operator alat berat, dan pekerja lapangan lainnya mulai merasakan tekanan untuk beradaptasi dengan teknologi baru atau menghadapi risiko tergantikan. Studi menunjukkan bahwa otomatisasi dalam proses produksi dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia hingga 50% , terutama dalam proses yang bersifat repetitif.

Paradoks menarik muncul ketika kita mengkaji lebih dalam dampak teknologi ini. Meskipun otomasi mengancam pekerjaan tradisional, penelitian McKinsey menunjukkan bahwa adopsi teknologi otomasi dapat memicu pertumbuhan produk domestik bruto sebesar 1,2% per tahun dan berpotensi menciptakan lapangan kerja baru.

Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun beberapa jenis pekerjaan akan hilang, teknologi juga membuka pintu bagi munculnya profesi-profesi baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Dalam konteks konstruksi Indonesia, emergensi teknologi AI telah menciptakan kebutuhan akan tenaga kerja dengan keterampilan baru. Profesi seperti teknisi robot konstruksi, analis data bangunan, dan spesialis sistem cerdas mulai bermunculan. Para pekerja yang mampu mengoperasikan dan memelihara teknologi canggih ini justru menemukan peluang karir yang lebih menjanjikan dengan kompensasi yang lebih baik.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, telah menunjukkan kesadaran akan pentingnya transformasi ini. Diskusi tentang kesiapan sektor konstruksi Indonesia dalam pemanfaatan AI menjadi prioritas penting dalam agenda pembangunan nasional. Langkah ini mencerminkan pemahaman bahwa adaptasi teknologi bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal daya saing bangsa di era global.

Tantangan terbesar yang dihadapi adalah kesenjangan keterampilan yang semakin melebar. Banyak pekerja konstruksi Indonesia yang telah berkecimpung puluhan tahun dalam industri ini merasa terdiskriminasi oleh perkembangan teknologi yang begitu cepat. Mereka yang dulunya ahli dalam teknik konvensional kini harus belajar mengoperasikan perangkat digital dan memahami sistem otomasi yang kompleks.

Namun, di tengah tantangan ini, muncul juga cerita-cerita inspiratif tentang adaptasi dan transformasi.

Para pekerja konstruksi yang proaktif mengikuti pelatihan teknologi menemukan bahwa keterampilan baru mereka justru meningkatkan nilai dan posisi tawar mereka di pasar kerja. Mereka yang mampu memadukan pengalaman lapangan dengan penguasaan teknologi menjadi aset berharga bagi perusahaan konstruksi modern.

Industri konstruksi Indonesia juga mulai mengalami pergeseran dalam pola rekrutmen dan pengembangan sumber daya manusia. Perusahaan-perusahaan besar kini lebih mengutamakan kandidat yang memiliki kombinasi keterampilan teknis tradisional dan literasi digital.

Program-program magang dan pelatihan yang mengintegrasikan teknologi AI menjadi semakin populer, mencerminkan kebutuhan industri akan tenaga kerja yang adaptif dan multiskilled.

Aspek humanis dari transformasi ini tidak boleh diabaikan. Di balik angka-angka statistik dan proyeksi ekonomi, terdapat jutaan keluarga pekerja konstruksi yang kehidupannya terpengaruh oleh perubahan ini. Ketidakpastian akan masa depan karir menciptakan kecemasan dan stres yang nyata bagi para pekerja, terutama mereka yang sudah berusia lanjut dan merasa sulit beradaptasi dengan teknologi baru.

Oleh karena itu, pendekatan yang holistik dan inklusif menjadi sangat penting. Transformasi teknologi harus dibarengi dengan program-program pelatihan yang intensif, jaring pengaman sosial yang kuat, dan kebijakan yang memastikan tidak ada pekerja yang tertinggal dalam gelombang perubahan ini. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem yang mendukung transisi yang mulus.

Melihat ke depan, sektor konstruksi Indonesia berada pada titik kritis yang menentukan. Pilihan yang diambil hari ini akan menentukan apakah teknologi AI dan otomasi akan menjadi berkah yang meningkatkan kesejahteraan atau justru menjadi ancaman yang memperburuk ketimpangan.

Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi contoh bagaimana sebuah negara berkembang dapat berhasil mengelola transisi teknologi sambil tetap memperhatikan aspek kemanusiaan.

Dampak gelombang otomasi dan AI pada talenta tenaga kerja konstruksi Indonesia bukanlah semata tentang teknologi menggantikan manusia, tetapi tentang bagaimana manusia dan teknologi dapat berkolaborasi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

Tantangannya adalah memastikan bahwa dalam prosesnya, tidak ada yang tertinggal dan setiap individu memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang bersama kemajuan zaman.

 

Sumber Rujukan :

1. https://bpiw.pu.go.id/article/detail/2023-sektor-konstruksi-serap-8769798-tenaga-kerja

2. https://pacificcement.com/teknologi-konstruksi-berbasis-ai-2025-revolusi-industri-bangunan

3. https://www.kompasiana.com/01_adityasyahrialvalentio5472/67ad5a43c925c45599798302/otomatisasi-industri-dan-tantangan-tenaga-kerja-di-2030

4. https://www.kompasiana.com/marifmuh534/671e8b21ed6415619b526252/masa-depan-tenaga-kerja-bagaimana-ai-dan-otomasi-mengubah-prospek-pekerjaan

5. https://mum.id/news/revolusi-industri-40-bagaimana-hal-ini-mempengaruhi-masa-depan-pekerjaan

6. https://binakonstruksi.pu.go.id/publikasi/karya-tulis/siapkah-sektor-konstruksi-indonesia-dalam-pemanfaatan-ai/

 

Ikuti informasi terkini Konstruksi Media melalui Google News

Artikel Terkait

Back to top button
Chat WhatsApp