Aksi Nyata Program Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS di Adhi Karya
Sektor konstruksi merupakan sektor yang memiliki potensi bahaya biologi yaitu adanya virus HIV, hal ini dikarenakan ada beberapa faktor.
Oleh: Anisful Lailil Munawaroh (HSE PT Adhi Karya (Persero) Tbk
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) masih menjadi permasalahan Kesehatan Masyarakat secara global. Data secara global menunjukkan bahwa rata-rata 39 juta orang hidup dengan HIV dan 37,5 juta di antaranya di dominasi oleh usia produktif, serta rata-rata penambahan kasus baru HIV meningkat hingga 1,3 juta, serta terjadi pada usia produktif (UNAIDS, 2022). Epidemi AIDS yang banyak terjadi pada usia produktif ini menjadi tantangan bagi sektor ketenagakerjaan dan menjadi kelompok yang berisiko tinggi terkena HIV/AIDS. Berdasarkan data Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa kasus HIV pada pekerja produktif di Indonesia pada bulan Januari s.d Maret 2023 sejumlah 13.279 orang, yang mana jumlah populasi risiko terinfeksi HIV yang mendapatkan tes HIV pada periode Januari s.d Maret 2023 adalah 1.230.023 orang.
Indonesia berupaya mencapai akhiri AIDS pada tahun 2030 yang sejalan dengan komitmen global yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) nomor tiga. Fokus SDGs nomor tiga membahas tentang peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu target SDGs adalah mengakhiri epidemi AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat di tahun 2030. Dalam mencapai akhiri AIDS tahun 2030 ini Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan diperlukan aksi nyata dalam percepatan mencapai target tersebut. Target yang ingin dicapai Indonesia adalah 95-95-95 antara lain:
a. 95% estimasi Orang Dengan HIV (ODHIV) diketahui status HIV-nya
b. 95% ODHIV diobati
c. 95% ODHIV yang diobati penyebaran virus dalam tubuh berkurang
Untuk mencapai akhiri AIDS 2030 tentu juga diperlukan upaya dan kerjasama dari berbagai sektor terlebih lagi di sektor industri yang rata-rata di dominasi oleh usia produktif. Dari permasalahan tersebut maka terdapat landasan peraturan perundangan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Keputusan Menteri Tenaga Kerja) No. 68 Tahun 2004 pada Pasal 2 menunjukkan bahwa pengusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS (P2HIV) di tempat kerja. Perundangan tersebut didukung oleh peraturan perundangan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. 44/2012 yang mengatur pedoman pemberian penghargaan (awards) kepada perusahaan yang menerapkan program pencegahan HIV AIDS di tempat kerja.
Sektor Konstruksi merupakan sektor yang memiliki potensi bahaya biologi yaitu adanya virus HIV, hal ini dikarenakan ada beberapa faktor seperti mayoritas pekerja konstruksi adalah laki-laki, memiliki mobilitas kerja yang berpindah-pindah, berada jauh dari keluarga, di daerah terpencil, dekat dengan area lokalisasi dan/atau jauh dari layanan kesehatan. Perusahaan konstruksi ini memiliki kerentanan pada perilaku berisiko terinfeksi HIV dan secara singkatnya memiliki kriteria 4 M (Man, Mobile, Money and Macho Enviroment).
Dalam Sejarah peringatan hari Kesehatan secara global tema hari AIDS ini adalah hari internasional yang pertama dicanangkan. Setiap tahunnya Indonesia yang juga tergabung dalam anggota organisasi International Labour Organization (ILO) memeringati Hari AIDS Sedunia yang jatuh setiap tanggal 1 Desember dan menyemarakkan hari AIDS Sedunia selama periode Desember. Hal ini merupakan wujud implementasi dari peraturan perundangan perihal Program P2HIV di tempat kerja.
Hari AIDS Sedunia setiap tahunnya memiliki tema khusus, tema global tahun 2023 adalah “Let Communities Lead” dan untuk tema nasional 2023 di spesifikkan menjadi “Bergerak Bersama Komunitas, Akhiri AIDS 2030”. Dari tema tersebut menunjukkan pesan tersirat bahwa diperlukan sinergi Bersama komunitas yaitu pekerja di sektor konstruksi dan memiliki strategi dalam implementasi peraturan perundangan Program P2HIV di tempat kerja agar tercipta lingkungan yang tidak deskriminatif dan memiliki komitmen anti stigma pada ODHIV.
Kandungan dalam perundangan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. 44/2012 merupakan strategi implementasi Program P2HIV di tempat kerja dan pemerintah memberikan apresiasi kepada Perusahaan yang berkomitmen untuk mendukung target Akhiri AIDS 2030. Pada tahun 2023 Adhi Karya telah mendapatan apresiasi dari Kementerian Ketenagakerjaan yaitu penghargaan Program P2HIV Kategori Platinum.
Penilaian penghargaan tersebut dapat menjadi pemicu semangat dari berbagai Perusahaan dalam menerapkan P2HIV di tempat kerja. Poin penilaian penghargaan tersebut antara lain :
- Memiliki dokumen tertulis kebijakan Program P2HIV/AIDS di tempat kerja.
Kebijakan Program P2HIV di ADHI tertuang dalam Kebijakan Direksi perihal Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS. Kebijakan ini mencakup tersedianya program edukasi kepada pekerja, anti stigma, anti deskriminasi, tidak mewajibkan tes HIV/AIDS sebagai prasyarat untuk bekerja, merahasiakan rekam medis, dan pekerja tidak diwajibkan melaporkan status HIV/AIDS kecuali secara sukarela atas keinginan sendiri.
- Melakukan Sosialisasi isi kebijakan program P2HIV-AIDS di tempat kerja kepada seluruh karyawan
Dalam sosialisasi kebijakan program P2HIV tentu perlu diperlukan strategi, misalnya ketika sejalan melakukan edukasi baik secara dari dan laring , dan/atau menyebarkan kebijakan tersebut untuk di pasang di unit kerja, papan informasi, pesan broadcast, dsb.
- Program Pendidikan dan Sosialisasi
Melakukan safety morning talk, induksi keselamatan dan Kesehatan kerja (K3), penyuluhan Kesehatan. Penggunaan teknologi digital juga dapat dilakukan seperti membuat webinar nasional, mengirimkan media health campaign melalui cloud Adhi Karya dan disebarkan ke seluruh unit kerja, untuk tahun ini ADHI melakukan edukasi VCT Ketika ada momen Bulan K3 Nasional dan membuat tapping podcast “kiat sukses implementasi Program P2HIV di tempat kerja”.
Podcast kali ini ADHI mengundang pemateri yang ahli dan menjadi pakar dalam implementasi Program P2HIV di tempat kerja baik dari pemerintahan dan dari praktisi Kesehatan Kerja antara lain yaitu dr. Anitasari Kusumawati dari Kementerian Ketenagakerjaan, dr. Jovita Krisita MKK, Sp.Ok dari Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia (IDKI), dan di pandu oleh dokter Perusahaan ADHI yaitu dr Danny Syabilla Azhar. Selain podcast ADHI bersinergi dari fasilitator P2HIV dari departemen operasional (Departemen Gedung dan Infratruktur II) untuk mengadakan Webinar secara Hybrid (Daring dan Luring). Selain itu terdapat juga campaign berupa twibbon Hari AIDS Sedunia dan pemasangan spanduk atau banner di tempat kerja.
Untuk membuat program semakin merata diperlukan strategi dengan membuat kader kesehatan yang khusus di HIV/AIDS yaitu Fasilitator P2HIV. ADHI telah memiliki Peer Konselor dan Fasilitator P2HIV yang tentu hal ini dapat bermanfaat untuk perpanjangan tangan agar Program P2HIV di tempat kerja dapat berjalan dengan baik. Peer Konselor kami dapatkan dari pelatihan yang di adakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia dan Disnaker DKI Jakarta, sertifikat fasilitator dari ILO, Kementerian Ketenagakerjaan, dan IDKI. Jumlah Peer Konselor ADHI saat ini 7 orang yang terdiri dari 5 peer konselor dari departemen operasional (Infrastruktur I, Infrastruktur II, Gedung, Energi dan Industri, PErkeretaapian) dan 2 orang dari anak Perusahaan (PT. APB dan PT. APG). Fasilitator P2HIV saat ini ADHI masih memiliki 2 dari kantor pusat, dan untuk fasilitator P2HIV ini akan bertambah menjadi 32 peserta dikarenakan pada tahun 2023 ini ADHI mengadakan pelatihan secara internal dari Kemnaker, ILO, dan IDKI.
Pada program Pendidikan sosialisasi tentu hal ini juga digerakkan melalui P2K3. ADHI telah memiliki struktur organisasi yang mana tidak hanya aspek keselamatan dan lingkungan saja yang diperhatikan, namun dari aspek Kesehatan yaitu sub komite yang bergerak dalam pencegahan dan penanggulan penyakit akibat kerja atau yang berfokus dalam program Kesehatan kerja seperti Program P2HIV, P2TBC, dsb.
- Melakukan Upaya untuk menghindari sikap dan tindakan stigma dan deskriminasi
Untuk menghindari stigma dan deskriminasi selain dari kebijakan dapat juga dilakukan penandatanganan komitmen anti stigma dan anti deskriminasi misalnya di kegiatan besar seperti Bulan K3 Nasional. Pelaksanaan VCT tentu harus dengan informed consent dan ADHI memiliki petunjuk kerja terkait kerahasiaan medik. Dari upaya-upaya tersbut dapat menciptakan lingkungan kerja untuk menghindari sikap dan tindakan stigma dan deskriminasi.
- Memiliki Program Dukungan dan Perawatan (Support and Care)
Dalam mengimplementasikan hal tersebut ADHI bekerjasama dengan sumber-sumber di Masyarakat seperti berkolaborasi dengan Puskesmas setempat. ADHI berkolaborasi dengan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu untuk mencakup kantor PT Adhi Karya (Persero) Tbk di Jalan Raya Pasar Minggu KM 18, dan untuk ADHI area kantor MTH 27 Office Suites bekerjasama dengan Puskesmas Tebet.
- Anggaran untuk Program P2HIV-AIDS di Tempat Kerja
ADHI berkomitmen dan menganggarkan khusus untuk program P2HIV-AIDS di tempat kerja sebagai Program yang wajib di adakan setiap tahunnya.
- Jumlah Karyawan yang di Edukasi
Program yang sudah dijalankan tentu diperlukan strategi agar edukasi dapat tersebar ke seluruh insan ADHI. ADHI memiliki platform bradcast message yaitu ADHI today. Jadwal webinar, informasi podcast, health dsb melalui platform ADHI Today.
- Melakukan Evaluasi Kebijakan dan Efektifitas Program P2HIV/AIDS
Evaluasi ini dapat berupa pengisian kuisioner terkait :
a. Tingkat pengetahuan tentang cara pencegahan dan penularan HIV
b. Tingkat Pemahaman tentang larangan stigma dan deskriminasi terkait HIV/AIDS
c. Tingkat perubahan perilaku berisiko terkait HIV dan AIDS
Hasil evaluasi tersebut dapat di diskusikan pada saat rapat tinjauan manajemen untuk dilakukan evaluasi dan improvement. ADHI berkomitmen terhadap program Kesehatan Kerja hal ini dibuktikan setiap rapat manajemen dan dengan dokter serta paramedis Perusahaan akan membahas perkembangan Program K3L.
- Memiliki prosedur K3 terkait Program P2HIV
ADHI juga sudah memiliki instruksi kerja yang dapat dijadikan panduan untuk seluruh unit kerja dalam menjalankan Program P2HIV di tempat kerja. Komponen yang tertuang dalam petunjuk kerja tersebut adalah panduan bagi seluruh insan ADHI untuk implementasi baik pencegahan maupun penanggulangan di tempat kerja dan pada poin prosedur tersebut membahas tentang larangan deskriminasi, tidak memaksa melaporkan status HIV pekerja, dan menjaga kerahasiaan medik. Prosedur tersebut juga di distribusikan melalui platform ADELE (ADHI Digital Electronic) dan di sudah di sosialisasikan ke departemen operasional dan anak Perusahaan.
- Pelaporan P2K3
Setiap kegiatan Program P2HIV yang dilakukan ADHI dilampirkan juga dalam laporan rutin triwulan P2K3.
- Kegiatan P2HIV/AIDS ke Masyarakat
ADHI juga melakukan kegiatan Program P2HIV/AIDS ke masyarakat. Pertama yaitu mengedukasi terkait kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS pada kelompok Anak Jalanan bekerja sama dengan Tim Peduli AIDS Universitas Atma Jaya (UAJ) Jakarta. Kedua adalah secara luas berkolaborasi dengan Forum QHSE BUMN Konstruksi berupa menyaksikan tapping podcast Kiat Sukses Implementasi Program P2HIV di Tempat Kerja yang terlampir pada gambar nomor enam.
Dengan adanya 11 indikator penilaian ini dan apresiasi dari Kementerian Ketenagakerjaan dapat mendukung kesadaran pentingnya penerapan Program P2HIV/AIDS di tempat kerja dan khususnya di sektor konstruksi yang termasuk dalam risiko tinggi penularan HIV/AIDS. Dalam pelaksanaan program tentu kita perlu untuk mengevaluasi permasalahan atau tantangan yang dihadapi agar dapat ditingkatkan implementasinya di tempat kerja.
Berdasarkan data dari Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja menunjukkan data bahwa setelah 30 tahun ini sudah berusaha untuk menanggulangi epidemi HIV AIDS. Sampai saat ini masalah stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA) masih menjadi masalah besar di dunia dan termasuk di Indonesia (ILO, 2023). Dapat disimpulkan disini yang menjadi tantangan terbesar adalah “stigma” dan kurang meratanya “edukasi”. Stigma ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau edukasi terkait penularan HIV/AIDS.
Berdasarkan teori edukasi knowledge-attitude-practice (KAP) oleh Bano dkk (2013) atau yang kita kenal dengan model KAP, dapat kita jadikan pedoman dalam melaksanakan evidence based practice untuk implementasi edukasi Kesehatan. Model KAP ini menunjukkan bahwa dengan meningkatkan pengetahuan akan berpengaruh kepada sikap dan merubah perilaku. Maka dari itu, dengan kita menerapkan model KAP sebagai evidence based practice hal ini dapat membuat kita lebih mengetahui konsep dasar HIV/AIDS, sehingga sikap stigma dan deskiriminasi semakin berkurang dan perilaku berisiko dalam pencegahan atau penanggulangan HIV dapat ditingkatkan.
Tantangan yang masih dihadapi sektor konstruksi ini dapat dihadapi ADHI dan BUMN Konstruksi lainnya dengan cara mendukung Rencana Aksi Nasional (RAN) Program P2HIV/AIDS di tempat kerja dengan cara 2T:
a. Tingkatkan Edukasi terkait Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS
ADHI karya telah menerapkan evidence based practice model KAP dan dari evaluasi dan pengembangan Program P2HIV yang awalnya hanya melalui seminar baik secara daring dan luring, kami menggunakan strategi pembentukan kader Kesehatan untuk HIV/AIDS atau yang kami sebut Peer Edukator atau Fasilitator P2HIV. Jumlah fasilitator P2HIV kami tingkatkan jumlahnya agar dapat menjadi agent of change untuk meningkatkan derajat Kesehatan pada pekerja sektor konstruksi.
Hal ini kami buktikan dengan implementasi pelatihan Fasilitator P2HIV secara luring. Jumlah delegasi Fasilitator P2HIV yang di adakan pada tanggal 04-05 Desember 2023 di kantor ADHI MTH 27 Office Suites adalah oleh 30 orang. Pemateri dari pelatihan Fasilitator P2HIV antara lain dr. Anita Johan MKK dari perwakilan Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia, dr. Citra Nurhayati MKK dari Kementerian Ketenagakerjaan, Wawa Akwa Reswana dari Jaringan Indonesia Positif, dan National Project Coordinator ILO yaitu Early Dewi Nuriana.
b. Tingkatkan Komitmen Anti Stigma dan Anti Deskriminasi
Setelah kita meningkatkan knowledge, attitude, practice terkait HIV hal lain yang dibutuhkan adalah komitmen Bersama untuk tidak melakukan stigma (label negatif) dan deskriminasi (pengucilan). Langkah untuk meningkatkan kimitmen yaitu melalui sosialiasasi kebijakan Direksi yang ditandatangani oleh Direktur Utama ADHI dan penandatangan bersama komiten Anti Stigma dan Anti Deskriminasi HIV/AIDS di Tempat Kerja. Dari Kebijakan tersebut menjadi pedoman pelaksanaan Program P2HIV di Tempat. Selain dari kebijakan Program P2HIV, ADHI juga memiliki kebijakan Direksi terkait Kebijakan Berperilaku Saling Menghargai di Tempat Kerja (Respectful Workplace Policy) yang juga sejalan dengan prinsip Program P2HIV agar tidak melakukan stigma dan deskriminasi di antara pekerja.
Untuk mewujudkan target Akhiri Epidemi AIDS 2030 diperlukan Kerjasama dari berbagai sektor yaitu tempat kerja, pemerintah, dan komunitas pekerja. Semoga dengan adanya Program P2HIV di tempat kerja khususnya di sektor konstruksi dapat meningkatkan derajat Kesehatan pekerja. Adanya fasilitator P2HIV di tempat kerja juga dapat meningkatkan pemerataan Program Kesehatan Kerja khususnya tentang Program P2HIV di ADHI. Peran Fasilitator P2HIV di ADHI antara lain sebagai edukator, motivator, pendampingan, dan administrator untuk pengajuan penghargaan Program P2HIV. Dengan adanya kami mencetak Fasilitator P2HIV yang merupakan sumber daya manusia dari ADHI yang memiliki kemampuan dan potensi untuk berkolaborasi mewujudkan lingkungan kerja sehat dan produktif, turut serta membantu program Rencana Aksi Nasional Program P2HIV di Tempat Kerja 2024-2028, dan bersinergi untuk mencapai target akhiri AIDS pada tahun 2030.