21 Operator Ruas Tol Mulai Boncos, Jarang Dilintasi Pengguna Jalan
Hingga awal Oktober Pendapatan yang diperoleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dari ruas-ruas tol tersebut tidak mampu menutup biaya operasional dan pemeliharaan2025, progres fisik proyek mencapai 47,87%, atau lebih cepat 6% dari jadwal.
Konstruksi Media — Sebanyak 21 ruas tol di Indonesia tercatat memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang rendah hingga membuat para operatornya merugi. Kondisi ini diungkapkan langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU) Dody Hanggodo dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI, Rabu (24/9/2025) lalu.
Menurut Dody, realisasi volume lalu lintas atau traffic pada sejumlah ruas tol tersebut bahkan tidak mencapai 50 persen dari asumsi yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT).
“Masih ada beberapa Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang realisasi volume lalu lintasnya jauh lebih rendah daripada yang kami asumsikan dalam PPJT,” ujarnya.
Rendahnya volume lalu lintas itu berdampak langsung pada pendapatan operator. Dody menjelaskan, pendapatan yang diperoleh BUJT dari ruas-ruas tol tersebut tidak mampu menutup biaya operasional dan pemeliharaan, sehingga pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) pun tidak dapat berjalan optimal.
“Akibatnya, pendapatan tol tidak tercapai dan BUJT kesulitan membiayai pemeliharaannya sehingga pemenuhan SPM pun tidak bisa optimal,” tambahnya.
Kondisi ini membuat sejumlah operator tol harus menanggung beban finansial besar akibat biaya operation and maintenance (O&M) yang tinggi, sementara trafik kendaraan belum menunjukkan peningkatan signifikan meski ruas tol telah beroperasi penuh.
Berikut daftar 21 ruas tol di Indonesia yang sepi dan kesulitan menutup biaya pemeliharaan, beserta operator pengelolanya:
- PT Jasamarga Manado – Tol Manado–Bitung
- PT Waskita Bumi Wira – Tol Krian–Legundi–Bunder–Manyar
- PT Jasamarga Bali Tol – Tol Nusa Dua–Ngurah Rai–Benoa
- PT Cibitung Tanjung Priok Port – Tol Cibitung–Cilincing
- PT Hutama Karya (Persero) – Tol Sigli–Banda Aceh
- PT Hutama Karya (Persero) – Tol Lubuk Linggau–Curup–Bengkulu
- PT Hutama Karya (Persero) – Tol Simpang Indralaya–Muara Enim
- PT Hutama Karya (Persero) – Tol Palembang–Indralaya
- PT Hutama Marga Waskita – Tol Kuala Tanjung–Tebing Tinggi–Pematang Siantar–Parapat
- PT Jakarta Toll Road Development – Ruas 6 Tol Dalam Kota
- PT Wijaya Karya Serang Panimbang – Tol Serang–Panimbang
- PT PP Semarang Demak – Tol Semarang–Demak
- PT Jasamarga Jogja Solo – Tol Yogyakarta–Solo–NYIA Kulonprogo
- PT Semesta Marga Raya – Tol Kanci–Pejagan
- PT Pejagan Pemalang Toll Road – Tol Pejagan–Pemalang
- PT Pemalang Batang Toll Road – Tol Pemalang–Batang
- PT Marga Harjaya Infrastruktur – Tol Mojokerto–Kertosono
- PT Jasamarga Gempol Pasuruan – Tol Gempol–Pasuruan
- PT Citra Margatama Surabaya – Tol SS Waru–Bandara Juanda
- PT Cinere Serpong Jaya – Tol Serpong–Cinere
- PT Waskita Sriwijaya Tol – Tol Kayu Agung–Palembang
Dody menyebut, pemerintah sedang mengkaji berbagai opsi solusi agar ruas-ruas tol tersebut dapat beroperasi lebih efisien dan menarik minat pengguna jalan. Salah satu langkah yang tengah dipertimbangkan adalah penyesuaian tarif, optimalisasi integrasi konektivitas antar-ruas, serta penambahan akses ke kawasan produktif seperti pelabuhan, industri, dan pariwisata.
Selain itu, Kementerian PUPR bersama Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap model bisnis dan asumsi trafik awal untuk mencegah munculnya kembali kasus serupa di proyek-proyek tol mendatang.
“Pemerintah berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara keberlanjutan investasi dan kepentingan publik. Jalan tol tidak hanya harus menguntungkan secara finansial, tapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” tutup Dody. (***)




